Perkenalkan
nama saya Muhammad Nugraha Darutaqiq, Delegasi Provinsi Kepulauan Riau dalam program Kirab Pemuda 2017. Pada
kesempatan ini saya ingin mengucapkan rasa syukur yang teramat dalam karena
melalui program ini saya dapat merasakan langsung bagaimana indahnya sebuah
keberagaman yang ada di Indonesia, mulai dari agama, adat istiadat dan budaya yang
ada di Indonesia.
Dalam
mengikuti program Kirab Pemuda 2017 ini merupakan hadiah terbesar di tahun 2017
bagi saya, karena setelah saya menyelesaikan studi saya di jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim
Raja Ali Haji saya langsung mendapat amanah untuk mewakili provinsi Kepulauan
Riau dalam program Kirab Pemuda 2017, yang mana program kirab pemuda ini merupakan
program dari Kementrian Pemuda dan Olahraga yang bertujuan untuk meningkatkan
semangat kebhinekaan di kalangan pemuda dan pemudi di Indonesia. Sebagaimana kita
ketahui, akhir-akhir ini krisis kebhinekaan sedang terjadi di Indonesia
terutama dikalangan pemuda seperti perang antar kampung, suku hingga agama.
Padahal pada dasarnya keberagaman yang ada di Indonesia sendiri merupakan
sebuah anugerah yang patut kita syukuri keberadaannya, bukan menjadi suatu
pemecah belah antar satu sama lain, seharusnya kita memahami bahwa pada
dasarnya “Bhineka adalah Anugrah, bersatu adalah Amanah”. Program ini melintasi
100 Kab/Kota dan 34 Provinsi yang ada di Indonesia. Yang mana pesertanya
sendiri memiliki keberagaman dari segi usia, agama dan adat istiadat hingga
budaya, hal ini merupakan sebuah cerminan bahwa Indonesia memang sangat kaya
dan ragam budayanya.
Peserta
inti Kirab Pemuda 2017 sendiri berjumlah 72 orang yang mana terdiri dari
perwakilan setiap provinsi 2 orang (1 Putra dan 1 Putri) dan perwakilan 4 OKP
yang berbasis keagamaan diantaranya dari OKP GemhaBudhi, OKP GMKRI, OKP Fatayat
NU dan OKP IMM. Kami di bagi 2 zona dalam kegiatan ini yaitu Zona 1 yaitu
melintasi Indonesia bagian barat (Miangas-Sabang-Blitar) dan Zona 2 yaitu
melintasi Indonesia bagian timur (Rote-Merauke-Blitar) selama 72 hari, pada
kesempatan ini pastinya kita dapat memahami perbedaan diantara pesertanya
sendiri karena kami memang berasal dari adat dan istiadat dan budaya yang
berbeda hal itu menjadi poin penting yang saya dapatkan selama mengikuti
program kirab pemuda 2017 ini. Sehingga selama 72 hari ini saya merasa seperti
tinggal di seluruh bagian Indonesia.
Rasa
syukur tidak berhenti saya ucapkan selama mengikuti program ini, karena dalam
mengikuti program ini saya mendapatkan
zona 2 yaitu Indonesia timur yang mana segi budayanya memang sangat jauh dengan
kehidupan saya yang tinggal di bagian Indonesia bagian Barat, hal tersebut
pastinya menjadi pengalaman terbaik dalam hidup saya, karena secara tidak
langsung saya dapat memahami, mempelajari dan merasakan langsung bagaimana arti
kebhinekaan dalam sebuah persatuan. Karena selama perjalanan kita akan
mengunjungi beberapa suku adat yang ada di wilayah timur di Indonesia sepertu
suku Rote di Pulau Rote dengan adat istiadat yang unik, dimana disana kita
diajarkan untuk memanfaatkan pohon lontar yaitu daunnya di buat Topi Ti’i
langga (topi khas masyarakat pulau Rote) dan alat music Sasando yang terbuat
dari daun Lontar bagi masyarakat Pulau Rote pohon lontar sendiri merupakan
sumber kehidupan bagi masyarakat pulau Rote karena mereka bergantung pada pohon
ini dan memanfaatkannya mulai dari akar hingga buahnya. selain di pulau rote
kami juga mengunjungi masyarakat yang tinggal di Desa Bena, Flores dimana
didesa ini terdapat 9 suku yang berbeda tetapi mereka hidup rukun dan damai
tanpa ada perpecahan antar satu sama lain.
Kita juga mempelajari bagaimana
kehidupan suku Sasak dan Ende (SADE) di Lombok, NTB yang mana masyarakatnya
sendiri memiliki sebuah keunikan yaitu biasa mengepel lantai rumah dengan kotoran
kerbau dan sistem kawin culik, dimana sebelum dinikahi wanita harus diculik
terlebih dahulu hingga kebiasaan suku di Distrik SOTA perbatasan Merauke dan
Papua Nugini yang menggunakan noken dengan ditaruh diatas kepala untuk tempat
menyimpan bahan makanan atau belanjaan, selain itu masyarakat disini juga tidak menggunakan passport untuk
menyebrang dari Papua Nugini-Merauke ataupun sebaliknya.
Selain diberi pemahaman tentang keberagaman,
dalam program ini juga kita diberi pemahaman tentang potensi pariwisata yang
ada di Indonesia, dimana kami diberi kesempatan untuk mengunjungi beberapa
lokasi pariwisata selama perjalanan, diantaranya Potensi Pariwisata di Flores
yaitu desa adat Bena, spider web rice field di Desa Caara, Manggarai, Pulau
Rinca ada juga potensi wisata adat di Lombok Tengah yaitu Suku adat SADE, di Bali kami mengunjungi potensi wisata di Bali yaitu air terjun gembong dan danau
Beratan di Bali, di papua kami mengunjungi tempat wisata Raja Ampat yang
berlokasi di Provinsi Papua Barat dan di Pulau Sulawesi kami mengunjungi pulau
Bokori di daerah Sulawesi Tenggara, selain itu setibanya di Pulau Jawa kami
juga diberi kesempatan untuk mengunjungi lokasi pariwisata Gunung Bromo di Jawa
Timur.
Setelah
mengunjungi beberapa daerah yang ada di Indonesia, saya menjadi lebih bersyukur
dan mencoba menurunkan ego terhadap diri sendiri, menghargai antar sesama dan
berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih cinta terhadap keberagaman yang ada. karena
keberagaman yang ada bagaikan sebuah kain yang akan ditenun (dirajut), sebelum
menjadi kain, hanyalah sebuah benang yang berwarna warni tanpa ada rasa
persatuan, tetapi setelah ditenun dan disatukan, benang tersebut akan bersatu
dan membentuk motif yang indah seperti motif bunga, daun dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan keberagaman di Indonesia harus disatukan bukan untuk
dipisahkan, Karena keberagman di Indonesia bukanlah menjadi ajang pemecah belah
antar satu sama lain, melainkan anugrah yang harus kita jaga dan lestarikan
keberadaannya, Tanpa adanya keberagaman kita bukanlah Indonesia!
No comments:
Post a Comment