Tengku Putri Tiara - Tak Pernah Sebangga ini Menjadi Orang Indonesia (Japan Edition)

   

Hari itu, dengan A1 lengkap kami semua diberangkatkan menuju Haneda. Tak pernah sebangga ini menyemat garuda di peci kepala, serta merah putih di dada. Semua mata tertuju pada kami , setiap langkah, mata ratusan manusia tak berkedip menatap. Tiba-tiba ada getar di dada, tak pernah sebangga ini jadi orang Indonesia.


          Setibanya di Haneda kami dibawa menuju New Otani Hotel, Tokyo. Sebuah hotel yang menjadi sejarah bagi para PY dari negara Asia Tenggara dan Jepang. Kami mendapatkan orientasi sebelum benar-benar berlayar dengan rumah terapung kami, rumah para PY,  MS. Nippon Maru. Kesan pertamaku menginjakkan kaki di negeri matahari terbit ini adalah, canggih. Semua yang dikatakan dan diceritakan semua orang yang sudah pernah kesana adalah benar adanya. Sulit temukan sampah di setiap sisi jalannya.


          Dipertemuan kami yang pertama seluruh IPY (Indonesia Participating Youth) begitu kami memanggil peserta dari berbagai negara, CPY untuk Cambodia, TPY untuk Thailand, SPY untuk Singapore dan begitu selanjutnya menampilkan cheers didepan seluruh peserta dan kabinet Jepang. Disaat yang lain mengenakan kemeja polos, IPY dengan bangga mengenakan batik. Lagi dan lagi semua mata menatap hampir tak berkedip.


     Orientasi dan welcoming dinner berlangsung, bertemu orang-orang penting dari kabinet Jepang jelas bukan hal yg mudah. Mendapat kesempatan memperkenalkan indonesia dengan isu-isu terkini dan kekayaan budaya yang kita punya jelas kesempatan yang begitu berharga. I’m beyond happy!


       Setelah beberapa hari berlalu dengan rangkaian kegiatan yang padat, sampailah kami pada hari pelaksanaan homestay. Saya yang tergabung dalam Solidarity group B berkesempatan untuk tinggal dan mengenal budaya di Tochigi Prefecture. FYI, disetiap negara yang kami singgahi, kami akan dipisah dari kontingen negara masing-masing dan dikelompokkan dengan pemuda lain yang berasal dari negara berbeda dab akan tinggal bersama keluarga angkat. Kami melakukan perjalanan dengan menggunakan transportasi umum Shinkansen. Ya, that legend bullet train that very very fast!


      Setibanya di Tochigi stasion, kami disambut hangat oleh ketua asosiasi keluarga angkat yang ada disana dan langsung dibawa menuju hotel sebelum kami dipisah ke keluarga angkat masing-masing. Seluruh sisi prefektur sangat rapi. Jepang memang keren! Bahkan prefektur yang jauh dari pusat kotapun sangat tertata dengan baik. Dan teknologi menjangkau dipelosok negeri. Salut! Ada beberapa kegiatan yang kami laksanakan selama di prefektur masing-masing diantaranya bertemu dengan orang-orang pemerintahan, mengunjungi sekolah-sekolah yang ada disana dan ikut belajar bersama, diskusi dengan pemuda lokal, bahkan mengeksplor prefektur tersebut bersama keluarga angkat masing-masing.


     Tiba hari dimana kami mengikuti homestay matching. Apa itu homestay matching? Kami akan bertemu dengan keluarga angkat kami dan bersiap dibawa kerumahnya untuk tinggal selama beberapa hari.  Saya dipasangkan dengan seorang peserta asal dari Filipina. Ate Red (ate : kakak, Red : namanya) begitu saya memanggilnya. Keluarga yang saya dapatkan adalah sepasang suami istri yang anak-anaknya sudah menikah dan tinggal di rumah yang berebda. Salah satu hal yang berkesan adalah ketika saya diajak untuk pergi ke Onsen (Grand bath) tempat pemandian air panas andalan orang-orang Jepang! Tempatnya tentu terpisah antara laki-laki dan perempuan. Namun saya baru mengetahui ternyata budaya ini ada. Untuk yang penasaran seperti apa onsen dan proses mandinya bisa search di google ya.


     Kemudian hal lain yang membuat saya terkesan adalah cara mereka berjalan yang sangat cepat, bagi mereka waktu adalah uang dan hal sia-sia yang terlewatkan tak bisa diputar kembali. Selama di Tokyo, Sempat kami mengunjungi sebuah universitas bernama Toyo University. Saya kagum dengan semua yang ada disana. Kalau pendidikan jelas sangat baik, bahkan hal kecil seperti kantin pun sangat menakjubkan. Mereka memesan menu melalui sebuah mesin dan setelah makan langsung meletakkan ditempat cucian yang sudah didesain dengan canggih yang dapat mencuci dan mengairi dengan otomatis. Sungguh canggih, disiplin dan bersih gumam saya dalam hati.



       Setelah beberapa hari hidup bersama dengan keluarga angkat, sampailah kami di hari terakhir dan bersiap untuk pulang. Kami memberikan souvenir sebagai kenang-kenangan. Saya memberikan kain batik, pajangan rumah dan beberapa barang lainnya. Mereka sangat senang dan bertanya banyak tentang batik. Kamipun berpisah dan diantar ke station, air mata tak bisa dihindari. Rasanya seperti sudah lama mengenal. Dalam 45 menit shinkansen membawa kami pulang menuju Tokyo untuk kemudian bersiap mengarungi samudera bersama MS. Nippon Maru, rumah bagi para PY. (bersambung)

PCMI Kepri

No comments:

Post a Comment